Karakteristik Pemilih Milenial dan Baby Boomer Yang Mendominasi Pada Pemilu 2024

Karakteristik Pemilih Milenial dan Baby Boomer Yang Mendominasi Pada Pemilu 2024

HebatIndonesia-Pemilu serentak yang akan dilaksanakan 2024 akan diwarnai oleh pemilih milenial dan baby boomer. Komisi Pemilihan Umum RI menyebut generasi milenial mendominasi pemilih pada Pemilu 2024 dengan jumlah 68.822.389 orang atau 33,60 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT).

Sementara itu anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos pada rapat pleno terbuka rekapitulasi DPT di tingkat nasional memaparkan untuk pemilu 2024 mengatakan bahwa Gen X menyusul di posisi kedua dengan 57.486.482 orang atau 28,07 persen.

Adapun jumlah DPT Pemilu 2024 dengan kategori Gen Z sebanyak 46.800.161 orang, baby boomer sebanyak 28.127.340 orang, dan pre-boomer sebanyak 3.570.850 orang. August mellaz yang merupakan anggota KPU menyatakan bahwa momentum di tahun 2024 merupakan pemilu yang akan dimeriahkan oleh generasi Z dan generasi millenial. Otomatis KPU sebagai penyelenggara pemilu harus memanfaatkan dengan baik momentum tersebut.

Mengingat kelompok pemilih yang tumbuh dan hidup di Indonesia secara genetika berbeda. Bahkan, menurut August, partai politik juga perlu menyesuaikan paradigma mereka terhadap pemilih dari kelompok usia muda ini. August juga berpendapat bahwa sebenarnya KPU tidak perlu terlalu khawatir, apabila para anak muda ini akan terjebak dalam politik identitas. Ia berpendapat bahwa anak muda di era sekarang memiliki mekanisme sendiri untuk menangkal hal itu.

Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Prof Dr Gunarto. Secara gamblang beliau mengatakan bahwa keberadaan dari sosial media yang begitu masif hari ini akan membuat generasi Z dan milenial ini semakin melek politik. Generasi millenial bisa dikatakan lebih tua dari generasi Z, generasi milenial berada pada usia 27 tahun ke atas tetapi mereka juga tidak kalah penting dalam memiliki akses informasi terhadap isu politik dan demokrasi.

Sementara itu, generasi Z, yang lahir antara tahun 1999-2012. Mereka sering disebut sebagai generasi ‘digital native’. Di mana mereka ini sangat mahir dan terampil dalam menggunakan teknologi digital dan multimedia. Hampir seluruh anggota generasi Z aktif menggunakan media sosial dan bahkan tidak jarang terpapar dengan konten politik, hukum dan demokrasi di platform sosial media tersebut.

Kehadiran media sosial yang hari ini begitu masif nampaknya secara tidak langsung telah membentuk karakteristik generasi milenial dan generasi Z, yang akan mempengaruhi pola pikir mereka dalam isu sosial-politik. Media sosial memungkinkan mereka untuk mengakses berbagai isu secara cepat dan luas, termasuk isu lingkungan, ekonomi, keberagamaan, kesetaraan, politik dan isu internasional pun tidak luput.

Hal ini membuat generasi milenial dan Z lebih terbuka dan dinilai memiliki pola pikir yang progresif dalam pandangan politik maupun kehidupan sehari-hari. Partisipasi generasi milenial dan generasi Z dalam politik di ruang digital bahkan semakin terlihat ketika para generasi ini berhasil mengusung gerakan serangkaian aksi #ReformasiDikorupsi pada tahun 2019. Walaupun sebenarnya masih banyak serangkaian aksi lanjutan yang kemudian sering diserukan melalui hastag di aplikasi media sosial kedepannya.

Sebenarnya pemanfaatan media sosial yang tepat akan membuat gerakan di tingkat akar rumput menjadi efektif. Tentunya dua generasi ini memahami cara kerja dan alogaritma media sosial itu. Hal ini membuktikan bahwa kedua generasi tersebut juga memiliki potensi besar untuk mendominasi ruang politik pada masa yang akan datang.

Dalam Survei Nasional Anak Muda tahun 2021, diketahui bahwa anak muda dalam rentang usia 17-21 tahun telah memahami dan mampu memberikan pandangan mereka terkait isu-isu sosial-politik dan dapat pula memberikan suara mereka dalam ranah publik. Prof Gunarto juga memberikan pendapatnya bahwa ada hal yang perlu diperhatikan saat ini adalah penguatan dalam literasi politik.

Dengan adanya media sosial yang semakin cepat dan banyak tersebar konten yang berisi politik kebencian yang berpotensi berdampak negatif bagi generasi muda. Tentunya literasi politik dan edukasi yang tepat memungkinkan generasi milenial dan generasi Z untuk memilah informasi yang baik perihal isu sosial-politik. (AND)