Tak Kunjung Dibayar Pemerintah Utang Minyak Goreng, Pengusaha Ritel Buka Suara

Tak Kunjung Dibayar Pemerintah Utang Minyak Goreng, Pengusaha Ritel Buka Suara

HebatIndonesia – Minyak goreng sampai hari ini masih terus bermasalah, pasalnya beberapa waktu lalu harganya yang melambung tinggi sekarang berganti pengusaha ritel yang menunggu pembayaran utang pemerintah.

Utang pemerintah kepada pelaku usaha minyak goreng ini berawal dari program minyak satu harga diluncurkan pemerintah pada awal Januari 2022. Program ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat.

Di dalam aturan itu, pengusaha diwajibkan menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu harga minyak tembus Rp17 ribu – Rp19 ribu per liter.

Para pelaku usaha menutup selisih HET dan harga keekonomian dari Dana Pembiayaan Minyak Goreng Kemasan. Dana tersebut diperoleh dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Tetapi, dana selisih tersebut tak kunjung diberikan oleh pemerintah. Terkait hal ini Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Nicholas Roy Mandey buka suara. Dia mengaku tidak pernah mendapat informasi resmi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait bagaimana proses penyelesaian utang minyak goreng.

Diketahui bahwa utang pemerintah kepada para ritel ini sudah hampir 1,5 tahun. “Kami tidak mengharapkan adanya dagelan atau lelucon lagi, kami berharap Menteri Perdagangan dalam hal ini Zulkifli Hasan secara gentle memberikan kepastian,” ujarnya, (16/7/2023).

Dalam hal ini kemendag dinilai bertele-tele dalam menyelesaikan utang rafaksi minyak goreng ke pengusaha ritel. Setelah legal opinion dari Kejaksaan Agung keluar pada awal Mei 2023 lalu, yang isinya adalah mewajibkan pemerintah dalam hal ini BPDPKS membayar rafaksi minyak goreng. Setelah itu Menteri Zulkifli Hasan meminta bantuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit ulang berkaitan dengan pembayaran utang rafaksi minyak goreng. Adanya data yang tidak sinkron antara pengusaha ritel yang mengajukan permohonan dengan data yang di verifikasi sucofindo.

Klaim yang masuk ke pemerintah terkait utangnya kepada para pengusaha ritel adalah Rp812,72 miliar dengan total ada 54 pelaku usaha. Sementara hasil data yang terverifikasi dari Sucofindo hanya sebesar Rp474,8 miliar.
Menurut Roy harusnya data yang sudah terverifikasi ini dibayarkan dahulu sambil proses berjalan dan data yang belum lengkap bisa di proses ulang.

“Yang sudah jelas datanya dibayar dulu dong, data yang belum selesai dan belum cocok dokumen pelengkapnya ya silahkan diproses ulang,” Ujar ketua Aprindo itu. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurachman mengatakan bahwa sampai saat ini dirinya belum menerima verifikasi dari Direktur Jendral Perdagangan Kementerian Dalam Negeri tersebut.

Sementara itu Dirjen Perdangan Kemen Dalam Negeri Isy Karim, mengatakan bahwa pembayaran utang rafaksi minyak goreng memang masih dalam proses. Hasil review dari BPKP pun disebut telah keluar. Walapun begitu, Isy tak membeberkan secara jelas terkait dengan hasil review BPKP tersebut.

Lebih lanjut, Isy juga mengaku sudah memenuhi panggilan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menpolhukam) Prof Mahfud MD dan mengadakan berbagai rapat dengan kementerian atau lembaga terkait dengan rafaksi minyak goreng. (AND)