Menyoal Migrasi TV Analog Menjadi TV Digital

TV Analog

Wacana dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menghentikan penyiaran TV analog bertujuan agar ada peningkatan kualitas tayangan dan mengikuti perubahan zaman. Tetapi perlu kita ketahui ternyata TV digital sudah ada sejak lama, jadi tepatnya pada tahun 2007 sudah dimulai digitalisasi dari penyiaran televisi ini.

Berkembangnya media streaming Youtube mengilhami perubahan siaran televisi. Kita tentu pernah menonton TV melalui gawai kita dengan cara live streaming Youtube pada siaran tertentu yang membuka pilihan tersebut. Hal ini sudah dimulai sejak lama internet dan Youtube berkembang pesat.

Pada dasarnya perubahan dari apapun selalu memiliki keunggulan dan kekurangannya sendiri – sendiri. Bisa kita lihat dalam perubahan dari TV analog menjadi digital.
Keunggulan yang dimiliki TV digital menawarkan kualitas gambar yang sangat jernih tidak bergantung pada frekuensi terbatas yang terpengaruh jika terhalang medan geografis seperti gunung atau hutan.

Ketika kita beralih kepada siaran TV digital kita juga tidak perlu khawatir lho ketika hujan deras dan disertai petir seperti zaman dulu harus memantikan TV kita. Dalam era modern, tentu yang dituntut adalah sebuah efisiensi. Hal ini bisa dilihat dari TV digital yang hanya perlu 1 perangkat infrastruktur tetapi bisa digunakan untuk 13 stasiun TV, bandingkan dengan stasiun TV analog yang perlu 1 infrastruktur untuk 1 stasiun TV.

Bagaimana proses migrasi TV Analog ke TV Digital?

Hal ini tentu memerlukan proses tidak serta merta perubahan dilakukan dalam semalam. Menkominfo juga memberi tenggat waktu untuk masyarakat beralih sepenuhnya pada tahun 2022. Dalam kebijakan ini tentu ada landasan undang – undangnya yakni, UU Ciptaker ayat 2 pasal 60 A yang mengatur tentang (Analog Switch Off) dan paling lambat dua tahun sejak UU Ciptaker disahkan. Metode ini kemudian akan menggunakan menonaktifkan siaran TV berbasis analog secara total.

Tentu hal ini dilakukan karena banyak elemen yang harus memulai secara bertahap untuk bermigrasi, misalnya stasiun TV swasta yang saat ini masih menyiarkan secara analog, penyiaran TV lokal dan segala komunitas yang memiliki IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran) untuk segera mempersiapkan instrumen yang memadai dalam menyambut kebijakan migrasi tersebut.

Proses migrasi siaran televisi analog ke digital ini mewajibkan setiap lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran publik lokal, dan lembaga penyiaran komunitas yang mempunyai Izin

Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), melakukan migrasi siaran televisi analog ke digital. Realisasi Analog Switch Off ini sudah banyak dilakukan di negara – negara lain seperti Eropa, Inggris dan beberapa negara asia. Khusus di masyarakat sendiri secara sederhana piranti yang harus dipersiapkan untuk yang masih menggunakan TV analog adalah alat bantu set top box (STB), tetapi yang sudah menggunakan smart TV tidak perlu lagi menggunakan alat bantu tersebut.

Permasalahan yang timbul di lapangan
Tepatnya sekitar bulan November tahun 2022 lalu pemerintah mematikan total siaran TV analog. Hampir satu semester program ini berjalan tetapi banyak permasalahan yang timbul di lapangan dari mulai yang paling umum ketidaktahuan bagi masyarakat yang berada di pelosok atau pedesaan. Yang paling menjadi kesalahpahaman di lingkungan masyarakat adalah program migrasi ke TV digital ini merupakan program yang harus berbayar. Kemudian bagi para pengusaha TV lokal yang sangat memberatkan adalah memperoleh izin siaran TV digital yang terlampau mahal.

Hal ini menyebabkan para pengusaha TV lokal terancam gulung tikar. Terakhir permasalahan yang timbul apabila TV digital tidak mampu menangkap sinyal, maka gambarnya otomatis hilang. Hal ini berbeda jika TV analog minim sinyal masih terdapat gambar walaupun tidak jernih. Tentunya channel yang didapat di TV digital bisa lebih sedikit dibanding TV analog, karena persoalan sinyal TV digital yang belum merata khususnya bagi masyarakat pelosok. (AND)